BERTEMU ROSUL DALAM SURAH ALFAATIHAH

Bismillahir rohmaanir rohiim

Ashsholati was salamu' alaika Yaa Sayyidii Yaa Rosulalloh. Adriknii warobbinii.

Semoga kajian ini betul betul menjadi sebab terbukanya taufiq hidayah Allah SWT. Untuk itu kita perlu senantiasa menerapkan takdziiman ikroman wa mahabbatan hingga beliau shollallohu alaihi wasallam berkenan mencurahkan syafa'at dan tarbiyahnya.
Surah al fatihah, dikenal sebagai surah pembuka. Juga dikenal sebagai ummul qur'an. Kandungan pokok dari Alqur'an. Bahkan kandungan dari berbagai sirri sirri al qur'an.
Sebagaimana kita ketahui bersama secara harfiyah surah al fatihah memiliki tujuh ayat yang diawali dengan kalimat BISMILLAHIR ROHMAANIR ROHIIM sebagai ayat pertama. Diakhiri dengan kalimat "GHOIRIL MAGHDHUBI 'ALAIHIM WALADH DHOOLLIIN"
Kali ini kita sedang memohon kepada Allah untuk diberi bisa bertemu Rosul dalam kandungan surah alfatihah. Oleh sebab itu hendaknya kita senantiasa memusatkan perhatian hanya kepada Allah. Kita perlu menerapkan *LAA MAUJUDA ILLALLOH* Kita perlu senantiasa menerapkan bahwa tidak ada yang wujud kecuali Allah. Jika kita belum diberi bisa menerapkan tidak ada yang wujud kecuali Allah, paling tidak kita yakini dulu bahwa semua yang ada termasuk diri kita ini wujud sebab diwujudkan oleh Allah. Jika sudah kita yakini betul minimal kita sedang dalam kekuasaan Allah. Semua perwujudan sabab Allah. Sebab Rohman yang tak terhingga atas nama Allah yang maha pengasih lagi penyayang.
Di sini kita bersama sama memohon do'a restu semoga baginda Rosul berkenan memperkenalkan diri kepada kita melalui kedudukan beliau sendiri di samping Allah. Yang mana beliau tidak berdiri sendiri tanpa kehendak Allah sendiri. Justru sebab #QUDROH kehendak Allah beliau berdiri.
Atas #IRODAH Allah beliau beliau berbuat.
Sebab #WUJUD Allah beliau menjelma. Atas #WAHDANIYAH Allah beliau menjadi AL WAHID.
Akibat dari #AHADIYAH Allah beliau menjadi #WAHIDIYAH.
Dengan Wahidiyah maka mahluk senantiasa memiliki sifat ketergantungan - #SHOMADIYAH HAQIQI.
Oleh sebab itu kita diwajibkan senantiasa berdepe depe. Senantiasa nglesot ( #TAQORRUBAN BIL MULAIM WAL IFTIQOR ) ke pangkuan beliau. Jika bukan karena #IMDAD Allah kepada seluruh alam, termasuk kepada kita semua, tentu kita sudah binasa dan masuk golongan #ALMAGHDHUB.
Dalam bacaan #BISMILLAHIR ROHMAANIR ROHIM" Secara alih bahasa ringan kita diberi arti " Dengan menyebut asma Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Disini Allah subhanahu wata'aala memperkenalkan diri dengan asma. Yaitu ASMA UL A'DZOM ALLAH. (NAMA YANG AGUNG YAITU ALLAH).
Pendekatan di sini kita menekankan pada Ismmuhu. Bi Ismuhu. Dengan Nama pengganti sebagai sebutan Allah. Jika kita sudah diberi pemahaman makna harfiyah dari nama pengganti, ini adalah Nama sebuah alias. Nama sebutan untuk mewakili dari pada yang diwakili. Yaitu Asma Allah.
Jadi bukannya tidak boleh kita menggunakan nama sebutan yang lain? Tentu boleh selama nama sebutan itu memenuhi syarat untuk mewakili yang diwakili dan tidak bertentangan dengan Nash dalam kitab kitab yang diturunkan kepada Nabi Nabi. Jika ada suatu kaum memiliki nama sebutan tertentu sebagai pengganti dari Allah, itu sah sah saja dalam kontek maksud. Namun sejarah panjang generasi manusia, dari sejak awalnya manusia hingga sekarang, nama sebutan selain Allah belum mampu mewakili sifat apalagi dzat Allah, Nama pengganti dsri sang maha segalanya dengan sebutan nama #ALLAH# sudah diterima oleh pendahulu dan para pembawa agama samawi. Pembawa agama langit istilahnya, yaitu agama semua para nabi sejak manusia pertama hingga nabi nabi generasi manusia sesudahnya. Untuk agama bukan samawi, semuanya merupakan nama sebutan secara lokal yang sifatnya untuk mewakili nama dari sang pencipta. Contohnya :
orang Yahudi menyebut nama sebutan sang pencipta dengan sebutan YAHVEH.
Orang hindu menyebut dengan Hyang widhi wasa.
Orang jawa menyebut dengan gusti kang murbeng dumadi atau kita menyebutnya dengan istilah Tuhan. Semua nama nama sebutan itu maksudnya untuk mewakili nama sebagaimana kita menggunakan sebutan Allah.
Nah. Sampai disini apakah kita sudah menemukan yang dimaksud? Jawabnya belum. Sebab sejak permulaan dari kajian ini kita masih berputar putar saja
 kita masih berkutat pada tingkat asma atau nama atau sebutan. Ibarat orang mencari sesuatu, orang itu baru mengenal sebutannya saja. Orang itu baru mengetahui istilahnya saja. Orang itu baru mengetahui panggilannya saja sebagai alias dari sesuatu yang dicarinya akan tetapi belum menemukan barangnya. Jika barangnya belum ditemukan pasti semuanya teka teki. Jika sesuatu atau barangnya belum dibuktikan keberadaannya, maka orang itu belum menemukan yang dicari. Alias dia masih meraba raba. Alias dia tidak bisa mempertanggung jawabkan kepada dirinya sendiri apalagi kepada orang lain akan apa yang dicari. Dia kesana kemari mempertanyakan hingga memperkenalkan nama sebutan kepada orang sementara dirinya sendiri sebenarnya tidak mengetahui seperti apa barangnya. Dia ke sana kemari tidak menemukan apa apa kecuali nama panggilan saja. Dia kesana kemari melafalkan kalimat tanpa mengetaui seperti apa barangnya. Atau dia kesana kemari melafalkan asma Allah tanpa mengenal seperti apa Allah itu. Atau dia kesana kemari hanya melantunkan Kalimat thoyyibah yang sebenarnya masih dalam membayangkan arti dan makna kalimat yang dibunyikan.
Lalu apa kita salah ke sana kemari melantunlan asma Allah ? Tentu tidak salah. Bahkan itu perintah. Namun betapa sempurnanya ketika kita diperintah lalu kita menyadari akan perintah itu sendiri. Sebagaimana kita bekerja kemudian kita menyadari maksud dan tujuan dari bekerja itu sendiri. Sebagaimana kami menulis seperti saat ini, kemudian kami menyadari maksud dan tujuan kami menulis. Ini namanya koreksi diri sendiri. Jika kami menulis ini maksud dan tujuannya tidak jelas, maka hasilnya juga tidak jelas.
Sebelum melangkah terlalu jauh, maka tulisan inipun perlu dibuat kerangka maksud dan tujuan sesuai dengan judulnya.
Judul kajian ini adalah BERTEMU ROSULULLOH DALAM SURAH ALFATIHAH. Maka maksud dan tujuannya tiada lain adalah sadar mengabdikan diri dengan cara memohon dibuka kesadaran akan kedudukan Rosululloh di samping Allah sebagai permohonan kesadaran yang sempurna akan syahadat risalah yang sudah kita yakini. Jika kita mengaji atau menulis itu maksudnya untuk selain kesadaran menghambakan diri, maka tujuannya akan lain dengan kehendak Allah. Bisa jadi kita bertemu Rosul akan tetapi tidak sesuai. Bisa bisa kita suul adab. Sama halnya syetan. Dia bukannya tidak mengenal Allah, bahkan dia tahu bahwa Allah sang pencipta alam. Namun dia suul adab. Dia menyombongkan diri di hadapan Allah dan Rosulnya hingga disebut tidak sadar.
Dalam kalimat #BISMILLAH kita mengawali permohonan dengan memohon bimbingan. Sambil apapun kita, hendaknya senantiasa berdepe depe. Senantiasa mulaim hingga menyungkurkan diri di hadapan Allah dan Rosulnya. Ini merupakan salah satu dari sekian banyak syarat bertemu dengan yang lebih tinggi hingga paling tinggi keddudukannya. Oleh sebab itu pikiran dan perasaan kita pusatkan hanya kepada Allah.
Kalimat Bismillah, terdiri dari lafal BI - ISMU - ALLAH . Lafal BI sebenarnya sebuah kalimat yang apabila diterjemahkan, tidak akan ada habisnya. Begitu juga dengan lafal lafal lain
nya. Dalam kajian ini kita memohon dibuka pintu menuju Allah melalui lafat #ISMU. Secara alih bahasa, Ismu berarti Nama. Sebutan pengganti Allah . Nama panggilan yang mewakili Allah. Allah yang maha Esa. Allah yang Tunggal. Allah Maha Esa sifatnya dan Allah yang tunggal Dzatnya. Wahid bisifatihi dan Ahad bidzatihi. Asma Allah yang WAHID DAN AHAD.
Wahid bisifatihi bahwa Allah itu Maha Esa sifatnya yang berbilang serta bilangan dari sifat Allah tidak dimiliki mahluk. Sehingga sifat dari mahluk senantiasa kebalikan dari sifat Allah. Hanya sifat Allah saja yang berhak memilikinya. Selain Allah tidak berhak dan tidak akan memilikinya. Sifat berbilang ini sebanyak bilangan yang hanya diketahui oleh Allah sendiri .
Sifat Allah yang sebenarnya tidak bisa dihitung namun hanya Allah yang memiliki. Misalnya salah satu sifat ke-esa-annya yaitu ( Asma ) WUJUD. Selain Allah tidak memiliki sifat wujud. Selain Allah pasti wujudnya sebab diwujudkan. Sehingga selain Allah tidak mungkin akan wujud jika tidak diwujudkan. Oleh sebab itu sifat wujudnya Allah itu Esa. Sifat wujudnya Wahid. Sifat Qidamnya Allah juga Wahid. Demikian juga dengan sifat Baqo, Mukholafatu Lil Hawadits dan seterusnya semuanya Wahid. Semuanya Esa sebagaimana tertuang dalam ASMAUL HUSNA. Tidak ada ciptaan yang bisa menyamainya. Tidak ada mahluk yang memiliki sifat ke-esa-annya.
Dari sini kita diberi tahu bahwa sifat itu merupakan perwujudan atau manifestasi yang mewakili wujud itu sendiri. Sifat itu sendiri adalah wakil dari yang disifati. Dengan bahasa tegas bahwa sifat itu diperintah untuk mewakili yang disifati. Sifat itu mewakili sebab diperintah ( Qohhar ). Sehingga sifat itu menempati jabatan yang diperintah atau yang diutus. Sifat itu diutus oleh yang mengutus secara absolut. Secara haq bidzatihi. Secara otomatis tanpa harus diupayakan.
Sebagai contoh bahwa gula itu manis. Yang manis itu bukan gulanya, akan tetapi sifat dari gula itu yang manis. Dzat gula yang tidak memiliki rasa apa apa secara otomatis memerintahkan sifat manis untuk memenuhi perwujudan gula untuk menjadi manis secara absolut dengan sifat yang memaksa berupa Qohhar hingga di Qodar. Ini bukan kemauan gula akan tetapi kemauan dzatnya gula sehingga sifat itu hadir memenuhi gula atas kemauan dzat gula itu sendiri. Maka dengan hadirnya sifat gula kepada gula hingga menjadi sebab manisnya gula. Di sini sifat manis menduduki jabatan yang diperintah atau diutus ( Rosul ) dan dzat gula itu sebenarnya tidak ber bentuk, tidak bersusunan apa apa. Dzat gula tidak membutuhkan bantuan sifat gula dan justru sifat gula itu tersusun dari berbagai macam sifat yang sifatnya justru mewakili kedudukan dzat gula itu sendiri. Hanya saja dalam kajian ilmiah tentang istilah Dzat terjadi penyalah gunaan antara Dzat dan Sifat sebab dibaca dan diteliti menurut hukum kebendaan . Secara ilmiah, diteliti menggunakan hukum mahluk dan keluar dari tauhid. Sebab yang mengkaji ilmiahnya kebetulan bukan orang yang meng-esa-kan Allah namun diterima dan disahkan oleh sebuah kompetensi. Kompetensi non tauhid. Kompetensi yang merusak iman tapi tidak disadari. Mestinya Dzat itu bukan benda, bukan rasa, bukan warna, bukan susunan maupun unsur kebendaan. Sebab soal rasa maupun warna itu adalah sifat dari kebendaan. Sejak dari sini, soal nama dan sebutan sudah terjadi kerusakan tauhid.
Kita perlu waspada dengan ilmu dan kajian ilmiahnya. Soal sifat dan dzat bukan milik mahluk. Sifat manisnya gula itu bukan miliknya gula. Akan tetapi milik Dzat gula.
Kita perlu menyadari bahwa gula itu manis sebab hadirnya sifat manis yang diutus oleh Dzat dengan sifat Qohharnya hingga dhahir kepada gula. Hal ini sebagai contoh ibaroh bagi kita yang diberi akal fikiran.
Pendekatan ilmiah yang kita terima sebagai pengertian secara maknawiyah bahwa seluruh Asmaul khusna yang diperkenalkan kepada kita merupakan sifat Allah yang maha Esa yang mana sifat itu menduduki jabatan sebagai utusan Allah dalam mewakili tugas Allah sendiri dalam memanifestasikan existensi Allah sendiri. Bukannya Allah meminta pertolongan kepada sifatnya akan tetapi sifat Allah yang dipergunakan oleh Dzat Allah hingga sifat itu diberi bisa mewujudkan kehendak Allah kepada alam semesta.
Insyaallah pendekatan ini sudah mengajak kita untuk berkenalan dengan sifatnya secara ilmiah. Selebihnya ditentukan oleh Dzat bagaimana sifat yang senantiasa diutus ini hadir kepada semua ciptaan. Hadir kepada mahluk. Hadir memberikan warna, rasa dan bentuk yang seindah indahnya kepada setiap mahluk termasuk kita para manusia. Tanpa hadirnya sifat yang kesemuanya disebut Nur yang menjadi cikal bakal segala ciptaan. Tanpa adanya Nur, kiranya tidak akan ada warna ciptaan. Yang perlu menjadi catatan penting bahwa segala kejadian apapun pada langit dan bumi sebab Nur dan jangan sampai salah penafsiran bahwa yang menciptakan langit dan bumi ini adalah Nur akan tetapi alam semesta yang dimaksudkan Allah sebagai langit dan bumi ini diciptakan menggunakan Nurnya Allah sendiri yang sebagaimana yang tertuang dalam alqur'anul kariim surah an nuur ayat 24 dan seterusnya.
Dikarenakan ini ranah hidayah, maka tanpa hidayah, manusia akan tertutup oleh Nur. 

Berlanjut
Semoga diberi hidayah
Wassalamu'alaikum wr wb

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENCIPTAAN ALAM SEMESTA VERSI TAUHID (Lanjutan 2 )

APAKAH WAHIDIYAH ITU ?